Seni Teater
A. Pengertian Teater
Seni Teater (bahasa Inggris: theater atau theatre; bahasa Prancis: théâtre; bahasa Yunani: theatron adalah salah satu seni bermain peran (drama) yang menyajikan cerita kehidupan nyata di atas pentas. Teater adalah cabang kesenian yang lahir pada masa Yunani klasik.
Kata ‘teater’ berasal dari kata theatron, bahasa Yunani, yang berarti tempat tontonan (seeing place) atau gedung pertunjukan. Bentuk Theatron pada saat itu terdiri dari panggung (stage) juga ada tempat duduk penonton yang terbuat dari batu berposisi setengah lingkaran. Melalui ritual menari dan menyanyi, masyarakat Yunani purba (sekitar tahun 600 SM) melakukan persembahan terhadap Dewa Anggur dan Dewa Kesuburan, yang bernama Dewa Dionysus. Menurut keyakinan masyarakat Yunani purba, upacara ini dilakukan sebagai permohonan kepada Dewa Dionysus agar berkenan menurunkan kesuburan dan kemakmuran kehidupan mereka. Pada masa itu, sekitar 500 tahun SM dimainkan di atas altar oleh pendeta-pendeta dan salah satu adegannya adalah upacara memberi kurban pada dewa. Hingga kemudian bentuk itu berubah pada masa Athena, kurban diganti oleh peran antagonis yang dihukum atas dasar kehendak masyarakat dan mati bagi semua orang.
B. Perkembangan Teater
Sejarah merupakan peristiwa yang terjadi di masa lalu. Perkembangan adalah proses berkembangnya sesuatu. Jika dikaitkan dengan judul pembelajaran di atas, Sejarah dan Perkembangan Teater, maka pengertiannya menjadi “peristiwa teater yang terjadi di masa lalu dan proses berkembangnya hingga saat ini.” Mengetahui apa dan bagaimana teater di masa lalu dimaksudkan untuk mengenal dan memahami teater sejak mula tercipta, proses berkembangnya yang melahirkan banyak jenis dan bentuk, sampai ke perubahan-perubahan konvensi dari zaman ke zaman.
Dari asal kata Dram atau Draomai itulah istilah ‘Drama’ dikenal. Ada lima fase penting dalam perkembangan teater di dunia, yaitu:
1. Teater Primitif/Klasik (1000 SM – Abad ke-6 M)
Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Bagian dari ritual keagamaan
b. Menggunakan topeng
c. Kisah Tragedi dan Komedia
d. Panggung terbuka dan tinggi berbentuk amphitheater
e. Dimainkan para pria
f. Ada kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator
2. Teater Abad Pertengahan (Abad ke-14 – Abad ke-16)
Para pemain (aktor) teater banyak belajar di universitas. Tema-tema lakon tentang pengetahuan, kebajikan, kebodohan, kehidupan kaya-miskin, dan sebagainya. Pentas teater di zaman ini acap disebut drama moral karena cenderung mengusung pertarungan kebaikan melawan keburukan atau kejahatan.
Pada sekitaran abad ini, selain Teater Renaissance, ada juga Teater Neo Klasik, Teater Zaman Elizabethan, dan Teater Restorasi. Bentuk pertunjukan merupakan paduan teater keliling dengan teater akademi yang cenderung klasik. Pada akhir abad ke-16 tumbuh Teater Romantik dan Melodrama.Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Panggung di atas kereta yang berkeliling
b. Dekor sederhana dan simbolis
c. Lirik dialog berdialek dengan dialog yang puitis
d. Dimainkan di tempat umum dan memungut bayaran
e. Tidak ada nama pengarang untuk lakon yang dimainkan
f. Lakon dikaitkan dengan filsafat dan agama
3. Teater Realis (Mulai dari Abad 18 dan 19 )
Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Terbagi dua aliran: realisme sosial dan realisme psikologis
b. Lakon tentang kehidupan sehari-hari
c. Pemeran utama biasanya rakyat jelata
d. Aktingnya bersifat wajar, tidak berlebihan, seperti kehidupan sehari-hari
e. Aspek pendukung dan visual disesuaikan dengan keadaan sehari-hari
f. Aliran realisme psikologis lebih menonjolkan aspek kejiwaan tokoh
g. Suasana ditampilkan secara simbolis untuk mendukung aspek psikologis tokoh.
h. Lebih mementingkan pembinaan konflik kejiwaan tokoh.
4. Teater Baru / Avant Garde (Mulai Abad 19)
Bentuk permainan banyak bersifat eksperimentatif yang tidak mengikuti selera masyarakat. Para dramawan di fase abad ini banyak melahirkan bentuk-bentuk pertunjukan yang menggunakan pendekatan simbolisme, surealisme, epik, dan absurd. Sehingga di zaman ini muncul keanekaragaman bentuk ekspresi dan makna keindahan dari pentas teater.
Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Kreasi artistik bersifat spontan dan agresif Cenderung berbenturan dengan selera masyarakat.
b. Tidak lazim karena menyimpang dari bentuk Alamiah
c. Karya yang merdeka karena lahir dari karakter penciptanya
d. Pertunjukan menggunakan berbagai variasi materi (film, tari, puisi, musik, dsb.)
5. Teater Post-Modern (Mulai tahun 1970)
Aliran teater yang berkembang setelah modern ini relatif baru, dimulai sekitar tahun 1970-an.
Para penganut aliran post-modern mengibaratkan kehidupan manusia seperti sebuah sandiwara yang terpisah-pisah. Teater menjadi pilihan bentuk untuk menggambarkan tragedi kehidupan itu. Teater post-modern menjadi penolakan atas kehidupan modern.
Ciri-ciri dan bentuk pentasnya:
a. Bersifat depolitisasi seni
b. Menitikberatkan pada aktivitas teori
c. Tak dapat dijelaskan dengan struktur yang jelas
d. Cerita yang tidak beraturan alurnya.
e. Melahirkan ragam sudut pandang/resepsi
f. Membuat jaringan antara teori dan praktik
g. Penuh dengan eksperimen gaya
h. Pemain dianggap bukan aktor tetapi penanda
i. Properti panggung mudah diubah bentuknya
Bahan bacaan siswa yang dianjurkan:
1. Asul Wiyanto. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.
2.Iswadi Pratama, dkk. 2010. Teater Asyik, Asyik Teater. Lampung: Teater Satu.
0 comments:
Posting Komentar